Husnudzdzan Solusi Membina Hubbungan Harmonis


Husnudzdzan Solusi Membina Hubbungan Harmonis


    Dalam kehidupan di masyarakat, seringkali kita temukan sebuah konflik yang terjadi antara satu kelompok yang lain, antar tetangga, antara atasan dengan bawahan atau bahkan antara sesama anggota keluarga. Salah satu konflik itu terjadi adalah karena hubungan mereka selalu dipenuhi perasaan su’udzdzan (berburuk sangka) dan saling mencurigai.

    Karena perasaan yang tidak-tidak kepada orang lain itulah mengakibatkan hubungan yang kurang harmonis. Untuk mencegah berbagai konflik itu, maka kita haruslah husnudzdzan (perasaan baik) kepada orang lain. Husnudzdzan merupakan kunci pembuka kandungan hikmah yang terdalam dalam setiap kejadian atau konflik setiap perkara, dan pembangkit sumber berbagai macam menfaat dan maslahat.

Keburukan Su’udzdzan
Su’udzdzan (berburuk sangka) adalah sumber dari berbagai macam fitnah, mafsadat dan pembawa malapetaka. Orang yang selalu su’udzdzan selalu membawa keadaan negatif, karena menduga yang lain salah atau kurang tepat, padahal sebenarnya belum tentu demikian. Su’udzdzan menjadikan diri sendiri bimbang dan tidak tegas karena menganggap yang lain selalu merugikannya. Pelaku su’udzdzan berhati busuk, tidak percaya dan tidak menghargai terhadap yang lain dan bahkan tidak percaya terhadap diri sendiri.

Membiasakan Husnudzdzan
Kadangkala, perasaan husnudzdzan itu sulit untuk dipraktekan, karena orang yang kita hadapi adalah orang yang sangat kita benci. Kebencian itu terjadi karena dia memang selalu merugikan dan mencurigakan. Untuk itu marilah kita belajar, bagaimana kita dapat membiasakan sikap husnudzdzan kepada sesama :
Pertama, menyadari akan fitrah manusia. Masalah utama yang dihadapi setiap manusia adalah nafsu dan godaan syetan. Maka janganlah nafsu binatang dan godaan syetan itu diikuti; janganlah linnafsi binnafsi. Sebaliknya, kita harus menyadari bahwa seluruh hati manusia beriman itu pada dasarnya suci dan memerintah pada kebaikan (fitrah). Sehingga setiap kita seharusnya selalu husnudzdzan terhadap siapa saja, baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal. Berhusnudzdzan, bahwa mereka itu adalah termasuk dari golongan orang-orang baik, berhati suci dan dikasikhani Allah SWT, bahkan dia adalah orang yang telah sadar (ma’rifat) kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sedangkan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, kita tidak hanya harus husnudzdzan, tetapi wajib husnulyakin. Dengan membiasakan bersikap positif dan berpandangan baik, setiap menjumpai sesuatu dan merasakan keadaan, seseorang akan bersikap husnudzdzan dan memaksa dirinya untuk tidak su’udzdzan.
Kedua, belajar dari pengalaman. Orang yang pandai adalah orang yang dapat mengambil pelajaran dari pengalamannya. Kalau seseorang pernah menduga orang lain jahat, tetapi ternyata baik, ia harus tidak su’udzdzan lagi. Karena sangkanya meleset.
Ketiga, kembali kepada hukum Allah. Berdasarkan hukum Allah yang selamanya berlaku didunia ini, bila seseorang menghina orang lain, pasti akan dihina orang lain lagi. Bila orang menempuh jalan mendaki, nanti ia akan menemui jalan menurun. Jadi harus disadari, bahwa bila kita menduga orang baik, orang lainpun akan menduga kita baik pula. Sebaliknya, bila menduga orang lain berhati jahat, maka kita akan diduga orang yang berhati jahat pula.
Keempat, meneladani guru teladan (guru kamil mukamil). Sebagai mana kita tahu bahwa junjungan kita Rasulallah SAW adalah guru teladan utama dalam seluruh aspek akhlak mulia. Beliau banyak berprasangka baik sekalipun kepada tawanan orang kafir. Beliau mempercayai dan berhusnudzdzan kepada setiap orang sekalipun dengan non muslim. Syekh Abdul Qadir Jaelani Al-Arif Al-Mursyid mengatakan, “Bersikaplah kamu terhadap seseorang seperti kamu bersikap terhadap orang yang kamu kasihi”.

   Kiranya kita dapat membiasakan sikap husnudzdzan dengan mengambil pelajaran dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tercapailah hubungan yang harmonis antar sesama. Amiin. Wa Allahu a’lam bis-shawab.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Good Looking” dalam Pandangan Islam

Nama Malaikat dan Tugasnya