Ketauhidan Ilahi menurut Al-Qur’an dan Taurat

Ketauhidan Ilahi menurut Al-Qur’an dan Taurat


     Pernyataan para missionaris Kristen bahwa Al-Qur’an tidak ada mengemukakan suatu hal baru berkenaan dengan Ketauhidan Ilahi dan semua kaidahnya sudah terdapat di dalam Kitab Taurat, adalah suatu hal yang salah sama sekali. Seorang awam yang membaca Kitab Taurat mungkin terkecoh bahwa Kitab itu mengemukakan masalah Ketauhidan Ilahi, petunjuk pelaksanaan ibadah, hak-hak asasi manusia sehingga tidak ada hal baru di dalam Al-Qur’an. Tetapi hanya orang yang belum merenungi Firman Tuhan yang mungkin melakukan kesalahan demikian. Masih banyak sekali masalah-masalah Ketuhanan yang tidak diungkapkan di dalam Kitab Taurat, sebagai contoh, Kitab ini tidak mengemukakan tingkat-tingkat rinci dari Ketauhidan Ilahi. Al-Qur’an tidak mengemukakan Ketauhidan Ilahi sebagai suatu hal semata melarang penyembahan berhala, makhluk lainnya, unsur-unsur alam, benda-benda langit atau syaitan, karena sebenarnya Ketauhidan Ilahi memiliki tiga tingkatan.

  1. Keadaan dimana orang awam mengharapkan keselamatan dari kemurkaan Allah SWT yang Maha Perkasa.
  2. Bagi mereka yang mengharapkan kedekatan yang lebih kepada Tuhan-nya dibanding orang awam.
  3. Khas bagi mereka yang menginginkan kesempurnaan dalam kedekatan kepada Tuhan.
 
     Pada tingkat pertama penekanannya adalah pada pandangan bahwa tidak ada yang lainnya patut disembah kecuali Tuhan dimana manusia harus menahan diri dari penyembahan kepada segala hal yang merupakan barang ciptaan dan bersifat terbatas, baik yang di langit maupun di bumi. Tingkat kedua dari Ketauhidan Ilahi adalah keyakinan bahwa dalam segala urusan hanya Tuhan saja yang menjadi kekuatan hakiki dan tidak ada satu pun yang kemudian ditinggikan sebagai sekutu-Nya. Sebagai contoh, kalau ada yang mengatakan bahwa tanpa bantuan si X yang bersangkutan akan celaka atau tanpa pertolongan si Y seseorang akan merugi, hal ini sama dengan syirik karena menganggap seolah-olah X atau Y itu mempunyai kekuasaan. Tingkat ketiga Ketauhidan Ilahi adalah menyingkirkan nafsu dan keinginan pribadi seseorang dari kecintaannya kepada Allah s.w.t. dan mengabdikan seluruh hidupnya bagi Keakbaran-Nya.

     Bentuk Ketauhidan Ilahi seperti itu tidak ada dijumpai dalam Kitab Taurat. Dalam Kitab itu juga tidak ada disinggung mengenai keselamatan atau tentang neraka, kecuali sekelumit kutipan di sana sini. Begitu juga tidak bisa ditemui rincian sifat-sifat Ilahi yang sempurna. Kalau saja di Kitab Taurat terdapat sebaris ayat seperti yang terdapat di dalam Al-Qur’an: “Katakanlah: “Dia-lah Allah yang Maha Esa. Allah yang tidak bergantung pada sesuatu dan segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak memperanakkan dan tidak pula diperanak kan; dan tiada seorang pun menyamai Dia”.” (S.112 al-Ikhlas:2-5)
maka umat Kristiani tidak akan mempertuhan seorang makhluk. Begitu juga Kitab Taurat tidak merinci mengenai tingkat-tingkat hak, sedangkan dalam Al-Qur’an ajaran tentang ini dikemukakan secara sempurna. Sebagai contoh, dinyatakan dalam ayat: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan kepada orang lain dan memberi orang-orang lain seperti kepada kaum kerabat sendiri”. (S.16 An-Nahl:91).
Makna dari ayat ini ialah simpati kita kepada umat manusia haruslah didorong oleh hasrat alamiah dan bukan karena motivasi ingin diakui, laiknya kecintaan seorang ibu kepada putranya. Kitab Taurat juga tidak mampu menegakkan eksistensi Tuhan, Ketauhidan dan sifat-sifat-Nya yang sempurna berdasarkan logika, sedangkan dalam Al-Qur’an aqidah ini dijelaskan lengkap dengan mengapa perlu adanya pewahyuan dan Kenabian, dan semua dikemukakan secara filosofis sehingga seorang pencari kebenaran mudah memahaminya. Semua argumentasi disajikan dengan cara yang sempurna sehingga tidak akan ada yang bisa mengajukan bantahan tentang eksistensi Tuhan berdasarkan apa yang dikemukakan Al-Qur’an.

     Argumentasi yang mendukung perlunya Kitab Suci Al-Qur’an adalah karena semua Kitab-kitab samawi seperti Taurat sampai Injil sebenarnya ditujukan kepada satu bangsa tertentu saja yaitu Bani Israil dimana di dalamnya ditegaskan bahwa ajaran yang terkandung di dalamnya bukanlah untuk masyarakat lain selain Bani Israil. Adapun Al-Qur’an bertujuan memperbaiki seluruh dunia dan tidak ditujukan kepada satu bangsa tertentu saja dan jelas dikatakan bahwa Kitab ini diwahyukan bagi kemaslahatan dan perbaikan seluruh umat manusia. (Kitabul Bariyah, Qadian, Ziaul Islam Press, 1898; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 13, hal. 83-85, London, 1984).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 TIPS Mendidik Anak Rajin Shalat

Tauhid Rububiyah

“Good Looking” dalam Pandangan Islam