Kepemimpinan Dalam Islam


Kepemimpinan Dalam Islam

    Persoalan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting dan strategis. Karena, ia sangat menentukan nasib sebuah masyarakat dan bangsa. Sejarah telah membuktikan bahwa salah satu ciri masyarakat yang unggul dan menguasai peradaban adalah masyarakat yang memiliki pemimpin yang berwibawa, tegas, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat, memiliki visi yang kuat, dan mampu menghadirkan perubahan ke arah yang lebih baik.

    Dalam doktrin agama manapun, kepemimpinan merupakan hal yang sangat prinsip. Islam dengan terminologinya menyebutkan, kepemimpinan adalah amanah kekhalifaha. Amanah representasi langsung dari Tuhan kepada Manusia (khalifatullah fil ardh) dengan tugas pokok untuk memakmurkan dunia dalam orbit dan konsistensi hukum-Nya. Karena itu, dalam persepektif Islam sesungguhnya kepemimpinan bermakna sebagai sebuah amanah kekhalifahan, bukan keistimewaan.

    Secara filosofi, harus dipahami pula bahwa kepemimpinan bukanlah suatu tujuan (final goal), bukan kenikmatan, dan juga bukan fasilitas. Karena kepemimpinan bukan tujuan, maka harus kita pahami sebatas sebagai perantara atau wasilah untuk mewujudkan tujuan diselenggarakannya kehidupan. Yaitu terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakat.

    Pemahaman yang sedemikian itu, dalam pandangan Islam hanya dapat diwujudkan oleh seorang pemimpin atau imam yang adil. Kita tidak boleh gegabah dalam menentukan siapa yang layak menjadi pemimpin.
Sifat dan kriteria seorang pemimpin
Para pakar, setelah menelusuri Qur’an-Hadits, menetapkan 4 sifat yang harus di penuhi oleh para nabi, yang pada hakikatnya adalah pemimpin umatnya, yaitu :
  1. Sidiq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap serta berjuang melaksanakan tugasnya.
  2. Amanah atau kepercayaan, yang menjadikan ia memelihara sebaik–baiknya apa yangg di serahkan kepadanya, baik dari tuhan maupun dari orang-orang yang dipimpinnya sehingga tercipta rasa aman bagi semua pihak.
  3. Fathanah, yaitu kecerdasan yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menaggulangi persoalan yang muncul seketika sekalipun.
  4. Tabligh, yaitu menyampaikan yang jujur dan bertanggung jawab, atau dapat di istilahkan dangan keterbukaan.
    Dalam QS Al-Baqarah: 124, diuraikan tentang pengangkatan Nabi Ibrahim sebagai pemimpin, “Aku akan mengangkatmu sebagai imam/pemimpin”. Mendengar hal ini, Nabi Ibrahim bermohon agar kehormatan ini diperoleh pula oleh anak cucunya. Akan tetapi, Allah menggariskan suatu syarat, yaitu: “Perjanjian-Ku ini tidak diperoleh orang-orang yang berlaku aniyaya.” Ini mengisyaratkan, kalaupun anak cucu dapat dibenarkan mewarisi kekuasaan orang tuanya, pembenaran itu harus berdasar sifat-sifat terpuji yang intinya adalah keadilan.

    Ada dua hal yang wajar digarisbawahi menyangkut ayat diatas. Pertama, Kepemimpinan dalam pandangan Al-Qur’an bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin terpilih dengan masyarakat pemilihnya, tetapi juga merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah SWT itulah yang kita sebut dengan amanah. Karena itu ketika sahabat Nabi, Abu Dzar, meminta suatu jabatan, Nabi SAW bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian.”
Kedua, Kepemimpinan menuntut keadilan, karena keadilan adalah lawan dari penganiyayaan yang dijadikan syarat oleh ayat diatas. Keadilan tersebut didasarkan oleh semua pihak, baik kawan maupun lawan (QS Al-Baqarah: 126).

    Dalam ayat lain yang berbicara tentang kepemimpinan yang baik, ditemukan lima sifat pokok yang hendaknya dimiliki oleh sang calon pemimpin. Kelima sifat itu terungkap dalam dua ayat, QS As-Sajadah: 24, dan QS Al-Anbiyaa: 73, yaitu:
  1. Kesabaran dan ketabahan, “kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka tabah / sabar”.
  2. Yahduwna bi amrina, mengantar (masyarakat) ketujuan yang sesuai dengan petunjuk kami (Allah dan Rasul-Nya).
  3. Wa awhaina ilayhim fi’la ‘ikhairat, telah membudayakan pada diri (sang calon) suatu kebajikan.
  4. ’Abidin, (senantiasa beribadah, termasuk shalat dan zakat).
  5. Yuwqinun, penuh keyakinan karena memiliki misi dan visi yang jelas.
Dari 5 sifat tersebut, As-Shabr (ketekunan & ketabahan) dijadikan Allah sebagai konsideran pengangkatan mendahului sifat-sifat lain. Kesabaran adalah sifat dasar yang melekat, sedang yang lain adalah yang mereka peragakan dalam kenyataan.
Sifat ke-2 mengandung arti bahwa, seorang pemimpin minimal harus mampu menunjukan jalan kebahagiaan dan pencerahan suasana terhadap ummat yang dipimpinnya melalui paket perubahan. Tidak sekedar menunjukan atau melempar konsep, melainkan juga mesti memberi contoh sosialisasinya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Good Looking” dalam Pandangan Islam

Nama Malaikat dan Tugasnya