Mewaspadai Fir'aunisme


Mewaspadai Fir’aunisme

“Ingatlah bahwa jabatan adalah amanat Allah yang harus diemban dengan baik, sebab kelak pada hari Kiamat jabatannya itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah rabbul ‘izzati. Apabila melanggar aturan Tuhan tersebut; bersiap-siaplah menerima azab dari Tuhan seperti yang dialami Fir’aun bersama golongan-nya.”

    Secara bahasa Fir’aun berarti orang yang lari dari pertolongan Allah SWT. Fir’aun (Pharaoh) adalh sebutan raja-raja Mesir kuno. Diantara Fir’aun-fir’aun yang paling terkenal adalah Fir’aun yang hidup pada zaman Nabu Musa AS. Yang mendapat gelar Ramses II. Dalam seja-rah (tarikh) yang ditulis oleh Harun Yahya yang lahir di Ankara Turky pada tahun 1956 me-nyatakan bahwa Raja Fir’aun ini telah berkuasa di Mesir paling lama menjalankan pemerintahan yang zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri dari bangsa Egypt yang merupakan penduduk pribumi dan bangsa Isra’il yang merupakan golongan pendatang, hidup dalam suasana penindasan, tidak merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya. Tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditunjukan kepada Bani Isra’il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir’aun sendiri.

    Selain kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Fir’aun atas Rakyatnya, terutama kaum Bani Isra’il. Ia menyatakan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja. Dengan demikian ia makin jauh membawa rakyatnya kejalan yang sesat tanpa pedoman tauhid dan iman, sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan moral dan akhlak. Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Musa AS oleh Allah untuk pergi ke Fir’aun sebagai Rasul-Nya, mengajak beriman kepada Allah, menyadarkan diri-nya bahwa ia adalah mahluk Allah sebagai mana rakyatnya yang lain, yang tidak sepatutnya menuntut orang menyembahnya sebagai tuhan dan bahwa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.

    Dalam Al-Qur’an hal ini diceritakan: “Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir'aun de- ngan benar untuk orang-orang yang beriman; Sesungguhnya Fir'aun Telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan; Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi); Dan akan kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang Se- lalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (QS Al-Qashash: 3-6).

    Berdasarkan ayat diatas, untuk melanggengkan kekuasaannya, Fir’aun ingin mencegah Bani Isra’il untuk bertambah jumlahnya dengan cara membunuh semua bayi laki-laki yang baru lahir. Inilah sebabnya mengapa Ibunda Musa dengan mendapatkan ilham dari Allah SWT menempatkan Musa ke dalam keranjang dan menghanyutkannya ke sungai yang mengarah akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentara-tentaranya adalah orang-orang bersalah. Dan berkatalah Istri Fir’aun: “(ia) biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedangkan mereka tiada menyadari. (QS Al-Qashash: 7-9).

    Inilah sepenggal kisah seorang Raja yang sangat zalim, hidup ribuan tahun lalu, pada zaman Nabi Musa AS yang diabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an. Kisah ini mengandung banyak hikmah bagi kehidupan sekarang ini, yang merupakan pemantap hati; tolak ukur menegakan kebenaran (Haq), dijadikan pelajaran dan peringatan bagi para penguasa agar arief dan bijaksana pengayomi masyarakat, bangsa dan negara seperti Nabi Musa AS membawa Bani Isra’il kejalan yang benar sejalan dengan perintah dan titah Allah SWT.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Good Looking” dalam Pandangan Islam